sharing is caring
I share because I do care
Dokter Mesum
Dokter Mesum
Siang itu, aku berjalan tertatih-tatih dengan perasaan tak menentu
menuju ruang tunggu seorang dokter. Saya mendapatkan alamatnya dari
temanku. Katanya dokter ini hebat sekali dalam ilmu pengobatan. Dan saat
itu aku memang benar-benar membutuhkan dokter yang hebat. Anusku
berkedut-kedut agak nyeri. Semua gara-gara ulah salah satu teman gayku.
Kami bertemu, merasa cocok, dan berakhir dengan seks yang luar biasa.
Namun karena kontolnya besar, anusku dihajarnya habis-habisan sampai
berdarah-darah. Dia memang jago sekali dalam hal mengentot. Aku
dibuatnya kehabisan napas. Namun aku sangat menikmatinya. Sudah hampir
satu minggu berlalu namun anusku masih juga tetap sakit, terasa seperti
terbakar api. Karena takut infeksi, saya memberanikan diri untuk menemui
seorang dokter. Jadi itulah awal mulanya bagaimana saya bisa sampai
duduk di ruang tunggu itu.
Jumlah pasien pada siang itu sedikit sekali, hanya ada aku, pasien
satu-satunya di ruangan itu. Seorang pria muda yang seksi dan tampan
duduk di depan ruang praktek. Dia adalah asisten sang dokter dan
bertugas untuk mendaftar para calon pasien. Pakaiannya rapi dan
tampangnya oke. Sekilas wajahnya agak mirip dengan wajah Irgi, pembawa
acara Indonesian Idol. Tapi pemuda ini berambut cepak dan tampak ada
brewok tipis tumbuh di rahangnya. Sungguh tampak seksi dan maskulin. Aku
harus berjuang keras untuk menjaga agar kontolku tidak tegang. Badannya
memang tidak besar namun tampak kuat dan atletis. Tangannya kokoh
sekali dihiasi otot dan urat. Sambil menunggu giliranku, diam-diam aku
mencuri pandang ke arahnya.
"Nama Anda?" tanyanya, suaranya terdengar tegas namun seksi.
Aku hampir pingsan saat pemuda ganteng itu menatapku, matanya
seolah-olah memanggilku untuk mendekat. Aku bergegas bangun dari tempat
dudukku dan berjalan menghampirinya. Kukatakan padanya namaku dan juga
semua informasi lainnya yang dia minta. Pria muda itu segera mencatatnya
di buku daftar pasien. Dan tiba-tiba dia menanyakan pertanyaan yang
membuatku tidak nyaman.
"Keluhan Anda?" Wajahku memucat. Aku merasa malu sekali untuk
memberitahukannya bahwa anusku perih akibat disodomi. Tapi aku tak punya
pilihan lain.
"Mm.. Anu.. Pantat saya perih," jawabku pelan, kepalaku tertunduk malu.
"Kamu homo? Abis dientot ama cowok?" tanyanya kembali sambil tersenyum mesum.
Tiba-tiba saja gaya bicaranya berubah mesum. Kata-kata kotor keluar
begitu saja dari mulutnya. Ditanya seperti itu, aku hanya terdiam, tak
mampu berkata-kata. Dan tampaknya kebisuanku sudah merupakan jawaban
yang memuaskan baginya. Pemuda ganteng itu hanya tertawa saja.
"Tenang, saya cuma bercanda, kok. Gak perlu khawatir. Saya sangat
terbuka dengan para pria homoseksual. Sebenarnya banyak juga pria
homoseksual yang sering datang ke sini. Jadi, aku sudah terbiasa." Dia
tersenyum lebar, senang melihatku sempat kebingungan.
"Kapan-kapan mau nggak aku sodomi? Tapi aku bukan homo, loh," tambahnya lagi. Pria muda itu memang iseng!
"Silakan duduk dulu. Nanti kupanggil," sambungnya, masih tertawa. Aku
mendadak merasa sangat bodoh telah mengira bahwa dia juga gay. Tapi
dalam hati, saya berharap bahwa pemuda straight itu diam-diam menyukai
pria homo.
Rasanya lama sekali, harus duduk menunggu di bawah tatapan sang asisten.
Sesekali, dia menyuarakan siulan nakal seakan aku adalah obyek seks
yang panas. Aku hanya berani menatapnya secara sembunyi-sembunyi. Pemuda
itu memang sangat ganteng. Aku tak keberatan disodomi olehnya jika dia
memang mau. Lima menit kemudian, namaku dipanggil. Pemuda itu membukakan
pintu ruangan praktek sang dokter dan mempersilakanku untuk masuk.
Sambil menahan perih di anusku, aku berjalan masuk ke ruangan itu. Dan
tiba-tiba saja pemuda itu menepuk pantatku sambil mengedipkan matanya ke
arahku. Astaga, sebenarnya dia juga homo atau hanya iseng saja? Namun
aku tidak protes, malah aku sangat suka.
"Awas. Dokternya ganteng, loh," bisiknya, nakal. Setelah aku masuk,
pemuda kembali ke mejanya setelah menutup pintu. Tinggallah aku di sana
dengan sang dokter.
Begitu mataku melihat sang dokter itu, aku langsung terpesona. Usia
dokter itu masih lumayan muda, mungkin di awal 30-an. Rambutnya
terpotong pendek dan rapi, nyaris cepak. Wajahnya memancarkan aura
kejantanan dan keseksian seorang pria sejati. Badannya tampak tegap di
balik jubah dokternya. Saat dokter itu tersenyum padaku, aku nyaris
pingsan!
"Kata asistenku, anusmu perih karena disodomi, ya?" Aku hanya
mengangguk-ngangguk seperti orang bodoh. Namun keramahan dokter itu
menenangkan hatiku.
"Silahkan buka pakaian Anda. Saya ingin Anda bertelanjang bulat, lalu
duduk di ranjang pemeriksaan," katanya sambil sibuk mengambil peralatan
yang akan digunakannya untuk memeriksaku.
Aku sebenarnya malu sekali, apalagi kontolku sedang tegang. Pakaianku
mulai jatuh ke atas lantai, hanya tersisa celana dalam putih yang masih
melekat di tubuhku. Tonjolan kontolku tampak sangat jelas, tercetak di
bagian depan. Noda basah menghiasi bagian itu. Selain itu, ada pula
bekas noda sperma kering yang sudah menguning. Wajahku memerah seperti
tomat. Rupanya aku lupa mengganti celana dalamku dengan yang baru. Aroma
sperma kering dan air seni mulai menyebar dari celana dalamku.
Berhubung aku berdiri sambil membelakangi sang dokter, dia tak melihat
tonjolan kontolku.
Namun tiba-tiba sepasang tangan yang kekar memegang pundak telanjangku
dan kemudian memutar tubuhku. Semua terjadi sangat cepat sehingga
setelah aku menyadarinya aku telah berdiri di hadapan dokter ganteng itu
dengan tonjolan besar dan basah. Dia hanya tersenyum saja.
"Tegang ya? Gak pa-pa, kok. Itu tandanya kamu sehat. Sekarang, buka ya?"
Seperti boneka yang tak berdaya, aku membiarkan dia melucuti celana
dalamku. Kontolku yang tegang langsung terekspos. Tanpa malu, batang
kejantananku berdenyut-denyut dengan bangga di hadapan sang dokter.
"Wah, ukuran yang bagus," komentarnya.
Tiba-tiba saja tangannya melesat ke depan dan menggenggam kontolku
erat-erat. Genggaman itu segera berubah menjadi belaian. Jantungku
berdegup kencang, menahan gejolak nafsu birahi. Mataku terpejam agar aku
bisa merasakan kehangatan dari sentuhan tangannya. Aahh.. Hangat sekali
sentuhannya. Kontolku berdenyut-denyut dengan nikmat di bawah kendali
belaian tangannya.
"Kamu benar-benar homo, ya?" tanyanya tiba-tiba.
Aku membuka mataku dan kutatap wajahnya. Kulihat sorot matanya penuh
dengan birahi. Saat dia melepaskan kontolku, aku merasa sangat kecewa.
Ingin rasanya memintanya untuk memegangnya kembali.
"Naik ke atas ranjang. Ambil posisi merangkak seperti bayi dan hadapkan pantatmu ke arahku. Aku akan memerika anusmu."
Dengan agak kikuk, aku menuruti perintahnya. Berada dalam posisi seperti
itu membuatku merasa sangat rawan untuk digagahi. Bayangkan saja.
Seorang pemuda seksi seperti saya menunggingkan pantatku di atas ranjang
agar dokter itu bisa memeriksa pantatku, seperti adegan di film porno
homoseksual. Kontolku masih saja tegang, bergantung di selangkanganku.
Di depanku adalah tembok putih, kutatap dengan pandangan kosong seraya
menanti sang dokter melakukan tugasnya. Sayup-sayup kudengar suara
sarung tangan karet dipakaikan pada kedua tangan dokter itu. Kemudian
tiba-tiba kurasakan gel kental yang dingin dioleskan pada anusku. Aku
meringis-ringis saat tangannya bersentuhan dengan anusku yang perih. Dan
tanpa peringatan, jari sang dokter memaksa masuk ke dalam anusku.
"Aarrgghh!!" erangku. Sungguh sakit rasanya, seakan-akan aku kembali disodomi. Jari itu terasa gemuk dan panjang, mirip kontol!
"Oohh!!" erangku lagi. Namun, meskipun kesakitan, kontolku tetap ngaceng
dan malah semakin ngaceng. Precum mulai mengalir keluar dari lubang
kontolku, membasahi area kepala penisku.
"Aahh.." jeritku kali ini.
Dokter itu memutar jarinya hingga hal itu membuatku semakin kesakitan.
Aku hanya dapat mengerang kesakitan sambil tetap mempertahankan
posisiku. Sekujur tubuhku bergetar menahan sakit. Namun, anehnya, rasa
sakit itu malah membuatku semakin bergairah. Mungkin karena sakit yang
kurasakan masih ada hubungannya dengan anus, ditambah lagi orang yang
sedang memeriksa anusku adalah seorang dokter ganteng.
"Wah, anusmu bengkak. Pasti kontol yang masuk ke dalam pantatmu adalah kontol yang besar dan panjang," komentarnya.
Aku hanya meringis-ringis saja. Saat jarinya menyentuh prostatku, aku
hampir terlonjak. Gelombang kenikmatan mendera tubuhku, memaksaku menuju
jurang kenikmatan. Eranganku kembali terdengar saat jarinya menabrak
prostatku lagi.
"Aarrgghh.. Hhoohh.." erangku.
Gairahku naik. Api nafsu membakar diriku. Kontolku berdenyut semakin
keras, hampir saja memuncratkan pejuh keluar. Namun jari dokter itu
malah semakin mengerjai prostatku. Tak ayal lagi, aku harus berjuang
untuk menahan deraan kenikmatan. Memang nikmat sekali, namun sekaligus
terasa menderita sebab aku tak boleh merayu dokter itu. Lain halnya jika
dia juga homo. Tapi melihat tampangnya yang macho dan berotot, mana
mungkin jika dia gay? Memang, pria gay tidak harus lemah lembut dan
feminin. Di film-film porno homoseksual, diperlihatkan bahwa banyak pria
gay yang macho serta berbodi aduhai, kekar bagaikan pahatan patung
Yunani. Namun, aku sendiri belum pernah bertemu dengan pria gay yang
bertubuh kekar.
"Aarrgghh.." desahku saat jarinya kembali menyiksaku dengan
kenikmatan. Kain seprei di bawah kontolku sudah basah, ternoda dengan
cairan pra-ejakulasiku.
"Enak ya?" tanyanya. Suaranya terdengar memabukkan, membuatku semakin
horny saja. Dokter itu malah semakin giat menyodomi anusku dengan
jarinya.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aahh.." desahku, kepalaku berputar-putar dengan nafsu.
"Aahh.. Iya, dokter.. Oohh.. Enak banget.. Aahh.."
"Lebih enak mana? Jariku atau kontol cowok yang menyodomimu hingga begini?" tanyanya lagi, kali ini lebih menjurus.
Dalam hati, aku bertanya, 'Kok pertanyaannya begitu? Apa maksudnya? Apa
dia juga homo kayak gue?' Namun kuputuskan untuk menjawab saja secara
jujur.
"Aahh.. Jari dokter enak.. Oohh.. Kayak kontol.. Aahh.. Lebih enak lagi
kalo dokter bisa.. Aahh.. Sodomi aku ama.. Hhoohh.. Kontol dokter..
Aahh.."
Urat maluku mendadak putus begitu saja. Aku tak peduli apakah
perkataanku bakal memancing masalah atau tidak. Yang kutahu adalah aku
terlalu bergairah akibat digoda si dokter itu dan aku harus memuaskan
gairahku.
"Kamu yang minta, loh," ujarnya.
Dan tiba-tiba saja jarinya mundur keluar. Lubangku seketika itu juga
terasa kosong dan menganga lebar. Aku mengerang dengan penuh rasa putus
asa, ingin dikerjai lagi. Namun saat aku menoleh ke belakang, aku
melihat dokter itu sudah bertelanjang bulat. Kontolnya ngaceng dan
panjang, mungkin sekitar 18 sentimeter, bersunat. Kepala kontolnya yang
berwarna kemerahan basah dengan precum. Rupanya dari tadi dia juga sudah
terangsang.
"Kaget, ya? Sebelum tadi aku memeriksa anusmu, aku sudah telanjang duluan. Kamu saja yang tidak sadar," katanya penuh senyum.
Mataku menjalari tubuhnya, dari puncak kepala sampai ke jempol kaki.
Badannya sungguh sempurna. Memang tidak sebesar binaragawan, namun
lumayan berotot seperti petinju. Lehernya kokoh menyangga kepalanya. Di
dasar lehernya, tersambung badan yang luar biasa seksi. Bahunya lebar
dan kekar. Dadanya bidang, padat, dan hampir bengkak dengan otot. Di
bawah dada seksi itu ada otot six-pack yang lumayan. Sekilas dia sama
sekali tak tampak seperti dokter jika sedang bertelanjang bulat seperti
itu. Sungguh, pria sempurna dengan badan yang sempurna pula. Ketika dia
mendekatiku, aku nyaris kehabisan napas karena tegang! Selama ini aku
hanya bisa mebayangkan bercinta dengan pria atletis seperti dia di dalam
benakku, namun tak pernah menyangka bahwa fantasiku itu akan terwujud.
"Bagaimana? Suka dengan badanku?" tanyanya menggodaku. Aku hanya mengangguk-nganguk seperti orang bodoh.
"Kamu cakep sekali. Aku paling suka pemuda seusia kamu. Muda, boyish,
langsing, putih dan mulus. Aku tahu apa yang kamu pikirkan sekarang. Aku
bukan homo, kok. Tapi aku juga sangat doyan cowok." Aku bingung
mendengar penjelasannya. Bagaimana mungkin dia bukan homo jika dia
menyatakan bahwa dia suka cowok. Dokter itu membuatku pusing.
"Hampir semua pasien cowokku, kalau aku suka, telah kugagahi. Tentu saja
aku sengaja memilih pasien yang tak terlalu sakit dan masih agak kuat.
Kalau homo, mereka langsung jatuh berlutut di bawah kakiku. Walaupun ada
yang protes karena mereka hanya mau menyodomi dan tak mau disodomi.
Tapi akhirnya, dengan keseksianku, mereka jatuh juga. Sedangkan, kalau
yang straight, biasanya kuiming-imingi biaya berobat gratis. Karena kamu
homo, kamu mau 'kan kugagahi? Ditanggung puas," katanya.
Kontolnya yang keras ditempelkan di bibir anusku yang bengkak. Aku hanya
bisa mendesah sebagai jawaban ya. Hanya satu yang kumau, kontolnya!
Dengan lembut namun bertenaga, dokter itu memposisikan tubuhku sehingga
kini aku berdiri di lantai dengan badan membungkuk di atas ranjang.
Pantatku terekspos untuk dia entot. Tanpa dapat ditahan, anusku
berkedut-kedut dengan tak sabar.
"Kamu yakin mau kontolku? Kontolku gede, loh. Kamu pasti akan kesakitan.
Sekarang saja anusmu sudah bengkak begitu. Setelah kuentot, anusmu
bakal lebih bengkak dan perih lagi."
"Gak 'pa-pa. Asal bisa merasakan hajaran kontol dokter, saya sudah
senang. Aahh.. Cepat, dok. Entot pantatku. Saya mau kontol dokter.
Ayo.." rengekku.
Tentu saja kata-kataku saat itu terlontar karena aku sedang di bawah
pengaruh nafsu birahi sesaat. Begitu aku mencapai klimaks, aku yakin aku
akan sangat menyesalinya karena anusku akan menjadi jauh lebih perih
lagi. Namun jika kontol sudah mengambil alih pikiran, apa yang dapat
kuperbuat?
"Oohh.. Fuck me.. entot pantatku.. Oohh.. Ayolah, dok.. Aahh.."
Kudorong pantatku ke belakang berharap agar kontol sang dokter akan
menyambutnya namun dokter itu rupanya masih mau mempermainkanku dulu.
Dokter itu hanya membenamkan kontolnya di dalam belahan pantatku
kemudian menggesek-gesekkannya, membuatku gila dengan nafsu. Aku terus
memohonnya untuk segera mengentot duburku namun dia hanya tertawa mesum
saja.
"Nanti dulu donk. Saya mau merasakan tubuhmu dulu."
Dia memelukku dari belakang dan langsung saja melarikan tangannya di
sekujur tubuhku. Dadaku dibelai-belai, diremas-remas dan diraba-raba.
Perlakuannya membuat kedua putingku berdiri menegang. Dadaku sangat
sensitif sehingga aku tak dapat menahan diri untuk tidak
menggeliat-geliat. Rasanya sungguh geli tapi juga nikmat.
"Oh, badanmu halus dan lembut. Saya suka banget.. Oohh.. Saya plintir
putingmu.. Aahh.. Kuremas dadamu.. Aahh.. Yyeaahh.. Kucumbu kamu sampai
kamu kehabisan napas.. Hhoohh.." Napasnya menderu-deru di telingaku.
"Hhoohh.. Dok.. Fuck me.. Aahh.. Ngentot donk.. Aahh.. Aku butuh kontolmu, dokter.. Aahh.. Hhoohh.."
Aku mendesah-desah dan memohon-mohon seperti gigolo homo murahan. Tapi
aku memang sungguh tak dapat menahan gejolak birahiku. Dokter itu
terlalu menyiksaku. Rupanya dia senang mendengarku memohon kontolnya.
"Hhoohh.. Fuck me.. Aahh.."
Kuarahkan tanganku ke belakang, kuraba-raba badannya. Oh, setiap lekuk
otot atletisnya sungguh terasa. Seperti kataku tadi, badan si dokter itu
lebih mirip badan seorang petinju. Alangkah bahagianya aku bisa menjadi
pasien dokter yang seksi seperti itu.
Tiba-tiba, benda keras dan kenyal mulai menusuk masuk ke dalam pantatku.
Aku mengerang kesakitan saat anusku dipaksa membuka untuk membiarkan
benda itu masuk. Rasa sakit itu semakin bertambah dikarenakan anusku
masih terluka akibat disodomi teman gayku beberapa waktu yang lalu. Saat
kutolehkan kepalaku ke belakang, ternyata sang dokter itu sedang
menyodomiku! Kontolnya yang besar dan panjang itu sedang memasuki
diriku.
"Oohh.. Sempit banget.. Aahh.. Bagaimana kalau pantatmu nggak perih..
Aahh.. Pasti lebih sempit lagi.. Uugghh.. Kamu suka kontolku? Hhuuhh.."
Sambil mengerang-ngerang keenakan, dokter itu akhirnya berhasil juga
menancapkan kontolnya masuk dalam-dalam.
"Aarrgghh.." bblleess..
Badanku bergetar menahan sakit, kakiku hampir tak kuat menopang berat
badanku. Entah mengapa, aku menjadi lemas, seakan-akan kontol dokter itu
menyedot energiku. Tanganku berpegangan erat-erat pada ranjang, takut
terjatuh. Di dalam tubuhku, kurasakan kehangatan menyebar dari batang
kontol itu. Bibir anusku yang bengkak terasa semakin sakit saja. Tak
tahan menahan perih, aku menangis terisak-isak, air mataku mengalir
keluar. Namun rasa sakit itu malah menaikkan libidoku. Kontolku
menegang, berdenyut-denyut. Precum mulai mengalir keluar dari lubang
kontolku yang menganga.
"Hhoohh.. Sakit, dok.. Aahh.. Sakit.. Aarrgghh.."
Beberapa kali, secara refleks, aku berusaha menghindarkan diri dari
hajaran kontolnya. Namun dokter itu menahan pinggulku kuat-kuat sehingga
aku tak dapat kabur. Aku dipaksa untuk menerima kontolnya tanpa protes.
"Aahh.. Fuck me.. Oohh.." Sakit bercampur nikmat mendera tubuhku bergantian.
Kontol yang hebat itu menghajar prostatku berkali-kali, membuatku
melonjak-lonjak. Di sela-sela acara ngentot itu, dokter itu berbisik..
"Aahh.. Enak 'kan kontolku? Aahh.. Aku bakal mengentot kamu sampai
pantatmu sobek.. Aahh.. Rasakan kontolku.. Uugghh.. Dasar homo.. Aahh..
Fuck you.. Aahh.."
Kontol itu keluar-masuk lubang anusku dengan kecepatan tinggi. Aku hanya
bisa mengerang-ngerang kesakitan. Keringat mmebanjiri tubuh kami. Aroma
kejantanannya menyebar di ruangan itu. Kepalaku pusing dengan gairah
yang tak tertahankan. Di satu sisi, aku ingin berhenti disodomi, namun
di sisi lain kontolnya memberikan begitu banyak kenikmatan. Aku hanya
bisa mengerangkan rasa nikmat dan sakitku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aahh!!"
Sambil tetap membor pantatku, dokter itu mengoleskan gel dingin di bibir
anusku. Gel itu terasa begitu dingin dan menyejukkan. Selama sesaat,
rasa sakit itu hilang. Gel itu juga berfungsi sebagai pelumas sehingga
mengurangi pergesekan. Kontol itu pun menjadi lebih mudah menyodomiku.
Precum sang dokter mengalir dalam jumlah banyak, melumasi kanal duburku.
Kurasakan bagian dalam pantatku menjadi lengket, terlumuri gel dan
precum.
"Aahh.. Pantatmu enak banget.. Hhoohh.. Aku suka negntot ama kamu..
Aahh.. Fuck you.. Aahh.. Aku bakal nge-fuck kamu terus.. Terus.. Dan
terus.. Hhoohh.."
Deraan kenikmatan demi kenikmatan menghujani tubuhku. Prostatku serasa
lembek, dihajar habis-habisan oleh kepala kontol dokter itu. Tekanan
dalam bola pelirku sudah hampir mencapai puncaknya. Sebentar lagi,
spermaku akan muncrat berhamburan.
"Hhoohh.. Dok.. Mau keluar.. Aarrgghh.." Kontolku sudah mengalirkan
precum seperti air ledeng dan kini sudah hampir akan menyemburkan pejuh.
"Aarrgghh.."
"Hhoohh.. Aku juga hampir sampai.. Aarrgghh.. Fuck! Terima ini.. Aahh.. Spermaku.. Hhoohh.."
Gerakan ngentotnya menjadi semakin bertenaga dan cepat. Anusku hampir
sobek, disodomi dengan sekasar itu. Dokter itu mengerang-ngerang dan
badannya yang atletis itu terguncang-guncang. Sebentar lagi, 'gunung
berapi' itu akan meletus! Namun tepat di saat kami berdua sedang hampir
berada di puncak kenikmatan, pintu ruangan praktek tiba-tiba terbuka
lebar. Dan sesosok pria berdiri di ambang pintu!
Ternyata sosok itu adalah sang asisten. Jantungku yang tadi berdegup
kencang kini normal kembali. Namun, gara-gara peristiwa tadi, orgasmeku
terhambat sehingga aku harus mulai dari nol lagi. Asisten itu hanya
tersenyum mesum melihatku disodomi dokter itu. Tonjolan besar di balik
celana panjangnya seakan menantangku. Begitu pintu ditutup, dia berjalan
menghampiri kami.
"Ruang praktek sudah kukunci. Saya juga sudah memasang tanda 'TUTUP' di
depan pintu. Takkan ada yang mengganggu kita, dok," katanya. Dokter itu
hanya menggeramkan isyarat 'ya', tak mau aktifitas sodominya terganggu.
"Halo manis," sapa sang asisten padaku. Daguku dibelai seperti membelai dagu anjing.
"Suka dientot ya? Nanti saya ngentot kamu juga, ya?"
Di hadapanku, dia mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Kemeja putih
dan celana panjangnya jatuh ke atas lantai, berikut celana dalamnya.
Aku terpana melihat ukuran kontolnya. Besar sekali. Ukuran kepala
kontolnya sungguh besar, bahkan lebih besar daripada semua kontol yang
pernah kulihat. Bentuknya agak pipih dan panjang sehingga tampak seperti
kepala ular gemuk. Seperti kebanyakan pria pribumi lainnya, asisten itu
memiliki kontol yang bersunat. Untuk ukuran panjang batang kontol, saya
mengira-ngira mungkin mencapai 18 cm. Jika digabung dengan panjang
kepala kontolnya, panjang total kontol sang asisten bisa mencapai
sekitar 22 cm. Sungguh sebuah kontol yang unik. Ketika asisten itu
mendekatkan kontolnya padaku, aroma pejuh kering yang sangat menusuk
hinggap di dalam hidungku. Noda basah precum tampak menyelimuti kepala
penisnya. Rupanya dari tadi dia sudah terangsang.
"Buka donk, say. Hisap kontolku, ya," bujuknya seraya membelai-belai punggungku.
"Tau nggak? Saat kamu duduk di ruang tunggu tadi, saya lagi mencoli
kontolku, loh. Kamu pasti nggak sadar melihat lenganku yang
bergerak-gerak di bawah meja," tambahnya sambil tertawa mesum.
Sang asisten memberi isyarat pada dokter itu untuk berganti posisi.
Setelah mendapat anggukan, dokter itu menarik tubuhku ke belakang
menjauhi ranjang sementara kontolnya masih tertanam di dalam anusku.
Asisten itu kemudian buru-buru duduk di atas ranjang dengan kaki
terkangkang lebar. Kontolnya yang menegang berdiri tanpa malu. Tubuhku
lalu diarahkan maju ke depan sehingga kontol sang asisten berada tepat
di depan hidungku. Aroma kejantanan menusuk-nusuk hidungku, membuatku
semakin bernafsu.
Tanpa diminta dua kali, aku membuka mulutku dengan patuh dan menelan
kontol itu. Aamm.. Rasa asin langsung menyambutku. Asisten itu langsung
bermain kasar. Dia menggunakan mulutku seperti pantat dan langsung
menyodomiku. Kontolnya bergerak-gerak dengan kecepatan tinggi,
menyodok-nyodok tenggorokanku. Berkali-kali aku tersedak. Air mataku
mengalir keluar secara refleks. Seringkali aku kehabisan napas.
Kontol sebesar itu hampir merombak ulang anatomi dalam mulutku.
Berhubung mulutku sempit dan sementara kontolnya besar, pergesekan
dengan gigiku tak terhindarkan lagi. Tiap kali gigiku mengenai kepala
kontolnya, asisten itu akan melolong seperti serigala. Namun hal itu
justru malah membuatnya semakin bernafsu. Gawat sekali, bagaimana aku
dapat menangani pria bernafsu besar seperti dia? Air liurku mengalir
keluar dari sisi mulutku, bercampur dengan precum dari kontolnya.
"Hhoohh.. Enak banget.. Aahh.. Hampir ngecret.. Aahh.. Bersiaplah homo..
Hhoohh.. Telan pejuhku.. Aahh.." racau asisten itu, matanya terpejam.
Sementara itu, sang dokter juga hampir mencapai klimaks.
"Hhoohh.. Aahh.." Kontolnya benar-benar telah merombak ulang isi
duburku. Semua organ dalamku terkena hajaran kontolnya yang dahsyat.
"Aarrgghh.. Oohh.." erangnya.
"Aku kkeluuaarr.. Aarrgghh!!" ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!" Semburan
pejuh yang panas membanjiri duburku. Rasanya panas sekali.
"Aarrgghh!! Hhoohh!! Oohh!! Hhoosshh!!" erangnya sambil tetap mengentot
pantatku. Sodokan kontolnya yang menguat membuatku terpekik kesakitan
bercampur nikmat. Kontolku sendiri sudah basah sekali, meneteskan precum
ke atas lantai.
"Hhoohh.. Aahh.."
Pada saat yang hampir bersamaan, kontol sang asisten juga ikut
menyemburkan sperma. Hal itu sungguh sangat mengagumkan mengingat dia
baru saja bergabung namun dengan cepat sudah mencapai orgasme.
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sperma yang menyemprot keluar terasa
hangat di mulutku. Begitu menyentuh lidahku, rasa pahit dari spermanya
memenuhi mulutku.
"Oohh!! Aahh!! Uugghh!!" erangnya.
Badannya mengejang-ngejang, menahan nikmat. Erangannya terdengar keras
sekali seakan dia sedang kesakitan. Tapi sebenarnya, dia sedang dikuasai
oleh rasa nikmat yang tak tertahankan. Ccrroott!! Ccrroott!! Pejuhnya
terus-menerus membanjiri mulutku sehingga sebagian mengalir keluar.
Terburu-buru, aku menelan semuanya. Mm.. Aku paling doyan minum sperma.
Dan sperma sang asisten ini sangatlah enak. Slurp!
"Ooh.. Yyeeaahh.. Telan semuanya, homo.. Aahh.. Telan.." desahnya sambil mengelus-ngelus kepalaku.
Aku mendesah dengan penuh kekecewaan saat kontol sang dokter ditarik
keluar dari anusku. Aku ingin dientot lagi namun dokter itu tampaknya
sudah terpuaskan. Saat kontolnya tercabut, spermanya meleleh keluar dari
anusku yang menganga. Lelehan sperma itu jatuh ke atas lantai.
Sementara sang dokter pergi ke toilet untuk mencuci kontolnya, sang
asisten sibuk bermain dengan tubuhku.
Saat itulah aku baru dapat meneliti bentuk tubuh si asisten ganteng itu.
Rupanya tubuhnya tak jauh berbeda daripada tubuh sang dokter. Badan
asisten itu juga atletis, dadanya bidang dan kencang. Kedua putingnya
berdiri menegang, di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu halus. Bulu halus
juga tumbuh di bagian tengah dada dan perut six-packnya. Sungguh
menggetarkan kontolku, apalagi aku belum ngecret. Nafsuku kembali
berkobar. Kontolnya kembali kuemut, menyedot habis sisa-sisa pejuh yang
belum sempat kujilat. Slurp! Enak sekali. Namun asisten itu kemudian
menghindar saat melihat sang dokter kembali. Aku agak kecewa karena
kontol yang enak itu terlepas dari mulutku.
"Kamu selalu haus sperma, yach?" tanya dokter itu sambil menepuk-nepuk
pantatku. Tangannya masih mengenakan sarung tangan plastik.
"Mm.. Kontolmu masih tegang," komentarnya sambil mengocok-ngocok kontolku.
Dikocok seperti itu, kontolku hampir saja memuntahkan sperma namun
kocokan itu berhenti tepat di saat aku mau muncrat. Tentu saja aku
frustrasi sekali, aku hanya mau muncrat. Dengan bernafsu, jari-jari
dokter itu menembus masuk ke dalam lubang pantatku yang agak longgar.
Aku mendesah saat jari-jari itu menerobos masuk. Tiga jari sudah berada
di dalam anusku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang kesakitan bercampur
kenikmatan saat jari-jarinya mulai menyodomiku.
"Ah, kamu suka, yach? Homo seperti kamu memang tak pernah puas dientot."
ujarnya. Sambil menepuk punggung asistennya, dia berkata padanya..
"Entoti dia. Biar dia tahu rasa. Buat dia kesakitan dengan kontolmu. Fuck him."
Mendapat lampu hijau dari bosnya, asisten itu langsung menggerayangiku
dengan penuh nafsu. Dengan kasar, tubuhku dibalikkan sehingga aku kini
berhadapan dengannya. Sorot matanya berkobar-kobar dengan api birahi.
Dan aku harus melayani kuda pejantan seperti dia. Asisten itu memang
sungguh seorang pejantan, mengingat asisten itu baru saja muncrat. Dan
sekarang kontolnya sudah bangkit kembali, siap untuk menembakku dengan
cairan spermanya.
Kehangatan tubuhnya membuatku terangsang. Apalagi saat otot dadanya
menempel di badanku, aku merasa bahwa aku hampir muncrat! Asisten itu
memelukku sambil mencium-cium leher dan wajahku. Oohh.. Bagaimana
mungkin dia bukan gay? Seorang pria heteroseksual murni takkan mau
mencumbu sesama pria sepanas itu. Dia pasti juga pria homoseksual yang
masih menyangkal jati dirinya sendiri. Desah napasnya terdengar begitu
kencang di telingaku. Saat bibirnya memaksakan ciuman pada bibirku, aku
tidak menolaknya. Kubalas ciumannya dengan sangat bernafsu. Gairahku
sudah sangat besar karena dari tadi aku belum juga sempat ngecret.
Aku digiring ke ranjang dan dibaringkan di situ. Seperti pria pengentot
sejati, asisten itu naik ke atas ranjang dan menggerayangiku. Sambil
mencium dan menjilat setiap jengkal tubuhku, dia berusaha mendekatkan
kontolnya pada lubang anusku. tampaknya dia masih ingin menggodaku sebab
dia sengaja mendekatkan kontolnya tapi menolak untuk menyodomiku.
Setiap kali napas panasnya berhembus di kulitku, aku menjadi semakin
terangsang. Ereksi kencang sekali sehingga aku hampir merasa kesakitan.
Aku mau dipuaskan, saat itu juga.
"Entoti pantatku.. Hhoohh.. Ayo, masukkan kontolmu.. Aahh.. Aku butuh
kontolmu.." desahku, menggeliat-geliat akibat disentuh-sentuh oleh sang
asisten.
"Hhoohh.. Fuck me.. Aahh.." desahku, sangat terangsang.
Tubuh telanjang sang asisten sangat menggoda birahiku. Dadanya yang
bidang itu kuremas-remas dengan kuat, membuatnya mendesah keenakan.
Jari-jariku sengaja memain-mainkan kedua putingnya. Puting sang asisten
itu agak kecil namun tegang melenting. Warnanya coklat tua, sangat
kontras dengan warna tubuhnya yang agak terang.
"Hhoohh.. Kamu suka puting, homo? Aahh.. Mainin putingku.. Oohh
yyeeaahh.." racaunya sembari berusaha mendekatkan dadanya ke mulutku.
Tentu saja aku tak menolaknya. Dengan lahap, kujilat-jilat putingnya
itu. Mm.. Enak sekali. SLURP! SLURP! Sapuan lidahku malah membuat sang
asisten semakin tegang. Kontolnya meneteskan cairan precum ke atas paha
dan perutku, sesekali beradu dengan kontolku yang juga ngaceng.
"Hhoohh.. Mulutmu enak banget.. Yyeeaahh.. Jilat putingku.. Hhoosshh.."
Puting sang asisten terasa enak sekali di mulutku. Setiap kali
lidahku menyapu kepala putingnya yang tegang melenting, kontolku
terangsang. Apalagi di sekitar putingnya terdapat bulu-bulu halus,
membuatnya semakin seksi saja. Slurp! Slurp! Air liurku melapisi
putingnya. Saat putingnya yang basah kutiup-tiup, sang asisten menggeram
dengan penuh kenikmatan. Kontolku yang tegang dipegang dengan kasar.
Aku mengerang, tentu saja. Sang asisten rupanya senang bermain kasar.
Kontolku ditarik-tarik dengan gerakan mencoli yang kasar. Namun rasanya
tetap saja nikmat.
"Hhoohh.. Aahh.. Uugghh.."
Mendengar desahan nikmatku, dia malah semakin bersemangat mengerjai
kontolku. Tak ayal lagi, precumku mengalir keluar dengan deras. Cairan
licin itu melicinkan permukaan kulit kontolku. Sesekali pegangan sang
asisten selip.
"Hhoohh.. Kamu begitu menggairahkan.. Aahh.. Mau 'kan aku entot?" tanya sang asisten, napasnya menderu-deru.
Tetesan precum dari kontolnya menggenang di perutku. Kulihat tubuh
atletisnya menjauh dariku. Mengambil posisi berdiri, asisten itu
kemudian menarik tubuhku sehingga pantatku berada tepat di sisi ranjang.
Dengan kasar, kakiku dikangkangkan selebar-lebarnya dan diletakkan di
atas pundaknya. Tak terbayangkan betapa nikmatnya meletakkan kaki di
atas pundak berotot miliknya itu. Oohh.. otot dadanya berkontraksi
seiring dengan setiap gerakan yang dia buat. Astaga, kontolku hampir
muncrat. Dan tanpa aba-aba, tiba-tiba asisten itu menghujamkan kontolnya
masuk ke dalam pantatku.
"Aarrgghh!!" jeritku, keras-keras.
Rasa sakit menusuk tubuhku sampai ke ubun-ubun kepalaku. Anusku yang
masih bengkak kembali dipaksa untuk menerima kontol. Namun berhubung
ukuran kontol sang asisten sangat besar, aku menjadi semakin kesakitan.
"Oohh.. Sakit Bang.. Aahh.." rintihku, air mataku mengalir keluar.
"Jangan cengeng.. Aahh.. Kamu 'kan homo yang doyan kontol.. Hhoohh.. Rasakan kontolku.."
Tanpa belas kasihan, sang asisten itu menggenjot pantatku dengan keras.
Kepala kontol yang besar itu menghajar isi perutku sambil meninggalkan
jejak precum di mana-mana. Sisa semburan sperma sang dokter yang masih
berada di dalamku teraduk-aduk. Sebagian mengalir keluar dari bibir
anusku.
"Oohh yyeeaahh.. Enak banget.. Aahh.. Pas sekali dengan kontolku.. Hhoohh.."
Lubang anusku dapat dibilang sudah longgar akibat disodomi dokter itu.
Namun ketika dimasuki kontol besar milik sang asisten, anusku terasa
sempit lagi. Baru kali ini duburku 'disiksa' separah ini. Tanpa
kusadari, bercak-bercak darah memerahkan cairan sperma yang lolos keluar
dari anusku.
"Oohh.. Fuck you.. Aahh.. Rasakan ini.. Oohh.. Fuck.."
Kontol besar itu dipompanya keluar masuk. Tubuhku terguncang-guncang,
mengikuti ritme sodokan kontolnya. Meski terasa sakit, rasa nikmat
menyerang tubuhku. Setiap kali prostatku disodok kontol itu, tekanan
dalam bola pelirku meningkat. Aku merasa seakan-akan mau ngecret namun
dorongan di dalam bola pelirku belum cukup keras untuk mengeluarkan
spermaku.
Kepalaku mulai berputar-putar, mabuk dengan kenikmatan itu. Precum
mengalir sangat deras dari lubang kontolku. Cairan itu mengalir menuruni
batang kontolku dan lalu mencapai perut, berbaur dengan tetesan precum
milik asisten itu. Namun karena penuh, cairan precumku mengalir menuruni
sisi perutku dan membasahi ranjang. Aku hanya mampu mengerang-ngerang,
pasrah.
"Hhoohh.. Fuck me.. Aahh.. Hhoosshh.. Kontol.. Aahh.. Uugghh.." Aku mulai meracau tanpa henti.
Rasa nikmat memenuhi kepalaku. Namun terasa menyiksa karena aku belum
bisa ngecret. Aku sengaja menahan diri untuk tidak bermasturbasi agar
rasa nikmat yang kurasakan bertambah. Kualihkan perhatianku pada dada
sang asisten yang bidang, lebar, dan keras itu. Aahh.. Enak sekali
rasanya saat kularikan tanganku di atasnya. Kuremas-remas dada itu yang
saat itu sudah mulai berkeringat. Semakin lama, keringat yang mengucur
dari badannya semakin banyak. Tetes demi tetes keringat menetes ke atas
tubuhku. Badan asisten itu benar-benar besah dengan keringat, terlihat
seperti baru saja mandi.
Selama proses ngentot itu, sang dokter hnaya tertawa mesum saja setiap
kali mendengar eranganku. Dia terus memberikan semangat pada asistennya.
"Oohh yyeeaahh.. entoti pantatnya, jangan ragu-ragu. Berikan si homo apa
yang dia mau.. Hhoohh.. Sodok anusnya dengan kontolmu yang besar itu..
Biar dia tahu rasa.. Yyeeaahh.. Sodomi terus.. Jangan diberi ampun..
Aahh.. Lihat dia, dia mengerang dan memohon kontolmu.. Hhoosshh..
Berikan kontolmu.. Aahh.. Hajar saja.. Oohh.. Fuck.."
Tampak sekali dokter itu terangsang lagi. Kontolnya kembali bangkit,
berkilauan dengan noda precum. Sambil mencoli kontolnya, dia mulai
mendekati asistennya. Dari belakang, dokter itu mengusap-ngusap dada
bidang milik bawahannya itu. Sesekali tangannya bertabrakan dengan
tanganku. Namun asisten itu sama sekali tidak protes saat digerayangi
oleh sang dokter. Kuduga, mereka adalah pasangan homo. Sesaat
kubayangkan apa yang akan mereka lakukan tiap kali tutup praktek. Mereka
pasti sering berhomoseks bersama.
Seakan dapat membaca pikiranku, dokter itu berkata..
"Kami memang sering ngentot bersama. Meskipun kami berdua bukan homo,
tapi kami suka ngentot bareng-bareng. Terkadang hanya ada kami berdua.
Dan terkadang lagi, seperti sekarang ini, ngentot rame-rame dengan
pasien priaku. Lebih mudah memperkosa pasien pria dewasa karena mereka
takkan berani melapor. Siapa sih yang mau mengaku di depan polisi kalau
dia baru saja disodomi oleh sesama pria? Mau ditaruh ke mana mukanya?
Harga dirinya sebagai seorang pria akan runtuh."
Dokter itu kembali menggerayangi tubuh asistennya, merasakan setiap lekuk otot yang menonjol.
"Tapi kalau memperkosa kaum homo seperti kamu paling gampang.. Hhoohh.. Karena kalian memang menginginkannya.. Aahh.."
Tanpa malu, mereka saling berciuman. Kulihat bibir mereka menyatu dan
lidah mereka saling menyentuh. Suara ciuman mereka bergema di dalam
ruangan praktek bercampur dengan erangan nikmatku.
"Aarrgghh!!" Asisten itu tiba-tiba melolong kesakitan, padahal dia belum
ngecret. Namun ketika kucermati, rupanya dia melolong kesakitan karena
pantatnya sedang disodomi oleh dokter itu.
"Hhoohh.. entoti pantatku, dok.. Aahh.. Saya butuh kontol dokter juga.."
Astaga, mereka benar-benar pasangan homo. Meskipun mereka masih
bersikeras bahwa mereka bukan homo, bagiku mereka adalah homo, sama
sepertiku. Dari posisiku, aku tak dapat melihat dokter itu dengan jelas,
sebab tubuhnya terhalang tubuh sang asisten. Namun di dalam otakku yang
mesum, kubayangkan rupa kami semua. Aku berbaring di atas meja dan
sedang dingentot asisten itu. Lalu asisten itu dingentot oleh sang
dokter sambil berdiri. Aahh.. Kontolku makin ngaceng saja
membayangkannya.
"Aahh.. Fuck me.. Oohh.. Hajar anusku, dok.. Aahh.. Banjiri perutku dnegan spermamu, dok.. Hhoosshh.."
"Aahh.." desah sang dokter, berpegangan kuat pada pinggul asistennya.
"Kusodomi pantatmu.. Oohh yyeeaahh.. Rasakan kontolku.. Oohh.. Dokter ngentotin asistennya.. Hhoosshh.."
Kontolnya yang perkasa bergerak keluar-masuk, menjebol lubang anus
asistennya yang sudah tidak perjaka lagi. Di wajah sang asisten
tergambar jelas rasa nikmat yang tak terkatakan. Matanya merem-melek,
merasa setiap hajaran kontol sang dokter.
"Hhoohh.. Fuck you.. Pantatmu tetap rapat dan sempit.. Hhoohh.. Enaknya
ngentoti kamu.. Hhoohh.." erang dokter itu, semakin keras menyodomi
asistennya.
Kontol asisten itu yang sedang bersarang di dalam tubuhku
berdenyut-denyut hebat. Kubayangkan, dia pasti sedang blingsatan
merasakan nikmat di kedua sisi. Di pantatnya, kontol dokter itu
menghajar prostatnya. Sedangkan kontolnya sendiri sedang menyodomi
pantatku. Bagaimana tidak nikmat?
"Aahh.. Sodomi aku, dok.. Hhoohh.. Jadikan aku mainan seksmu.. Aahh..
Kontol dokter besar dan hangat.. Aahh.. Fuck me.. Hhosshh.."
"Aarrgghh.. Oohh.." eranganku bertambah besar tatkala tekanan dalam bola pelirku sudah tak tertahankan lagi.
Aku akan muncrat tanpa bermasturbasi! Sang asisten rupanya sadar, maka
dia sengaja menggenggam batang kontolku lagi dan mencolinya
sekuat-kuatnya. Tanpa bisa dicegah, aku pun ngecret. Ccrroott!!
Ccrroott!! Ccrroott!! Aku menjerit sekuat-kuatnya sebab orgasmeku terasa
sangat luar biasa. Tubuhku mengejang-ngejang seperti orang kesurupan,
rasa nikmat menghajar badanku tanpa ampun.
"Oohh!! Aarrgghh!! Oohh!!" Aku berpegangan pada dada asisten itu sambil
merintih-rintih kenikmatan. Orgasmeku rupanya juga memicu orgasme sang
asisten sebab anusku ikut berdenyut-denyut, memerah spermanya.
"Hhoohh!!" teriaknya, sekujur tubuhnya bergetar. Dan muncratlah
spermanya di dalam anusku. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Asisten itu
sangat blingsatan sambil menyuarakan orgasmenya.
"Aahh!! Oohh!! Uugghh!!"
Wajahnya tampak menyeringai kesakitan. Tapi aku tahu pasti bahwa bukan
rasa sakit yang sedang dia ekspresikan, melainkan rasa nikmat.
Ccrroott!! Ccrroott!! Kontolnya mengejang-ngejang selama hampir semenit
penuh. Pejuh yang dihasilkannya pun terasa sangat banyak sampai-sampai
aku merasa perutku penuh. Hampir di saat yang bersamaan, dokter itu
kembali berejakulasi.
"Aarrgghh!! Shit! Aku ngecret.. Aarrgghh!!" erangnya.
Dan.. Ccrroott!! Ccrreett!! Ccrroott!! Bagai ular naga ganas, kontol
dokter itu menyemburkan spermanya ke mana-mana, membanjiri setiap ruang
kosong di dalam dubur asisten itu.
"Aahh!! Uugghh!! Oohh!!"
Tubuh asisten itu terguncang-guncang sebab dokter itu berpegangan pada
tubuhnya untuk menahan gejolak orgasme. Ah, sungguh pemandangan yang
merangsang kontol melihat dua pria seksi berorgasme. Ketika semuanya
usai, kami tetap berada di posisi masing-masing, saling memeluk. Jantung
kami masih berdegup kencang dan keringat menyiram badan kami.
Sepuluh menit kemudian, kami semua sudah kembali berpakaian rapi. Tak
ada tanda-tanda bahwa kami baru saja berhomoseks meskipun ruang praktek
itu masih berbau pejuh. Aku terpaksa berjalan agak mengangkang karena
anusku kini semakin bengkak dan perih. Dokter itu memberikan padaku
salep untuk meredakan perih di anusku dengan gratis. Sebelum berpisah,
dia berkata..
"Datang lagi, ya. Aku dan asistenku siap mengentot kami kapan saja."
Tak perlu diminta pun, aku sudah pasti akan kembali lagi menemui dokter itu. Aahh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar